Gue Penulis, Oke kan?

Oleh: Supardi Lee

Suatu ketika saya diundang Mas Gong (Gola Gong, penulis fiksi favorit saya) berkunjung ke rumahnya. Rumah Dunia. Di sana sedang diadakan bedah buku. Buku yang dibedah adalah bukunya Azimah. Ia penulis muda. Baru berumur 12 tahun saat itu. Ia putri penulis terkenal Pipiet Senja.

Suasana bedah buku sangat menyenangkan. Rupanya Azimah seorang penulis yang juga penceloteh di atas panggung. Celoteh-celotehannya sangat segar. Peserta bedah buku yang kira-kira 80-an orang sangat gembira. Tidak jarang terdengar gelak tawa yang renyah begitu Azimah mengeluarkan joke-joke segar. Para peserta pun sering kali nyelutuk pada lontaran-lontaran Azimah. Jadilah bedah buku itu suatu obrolan besar.

Momen ini sangat berkesan bagi saya. Sebagai penulis, terus terang saya iri. Saya baru mulai menulis ketika usia saya hampir 30-an tahun. Sedang Azimah sudah menerbitkan buku saat berusia 12 tahun. Tapi di sisi lain, saya juga tertantang habis. Masa' saya kalah sama anak kecil 12 tahun. No way, man!

Azimah, dalam obrolan itu terlihat sangat pede sebagai penulis. Saya menduga ia sudah menetapkan diri untuk berkarier sebagai penulis buku. Sering kali ia lontarkan: "Gue penulis, man!" Anda pasti merasakan kebanggaan dari kata-kata itu kan. Kebanggaan yang berbeda dengan saya. Kebanggaan saya sebagai penulis dikalahkan dengan sangat telak oleh harapan finansial dari royalti penulis. Saya memang merencanakan pensiun dini. Salah satunya dari menulis.

Di banyak momen lain, saya justru melihat banyak sekali remaja yang entah mau jadi apa. Sehari-hari mereka ngamen di lampu merah. Untuk yang ini, saya masih berharap mereka mengidolakan Mas Iwan Fals. Lalu berjuang untuk seperti beliau. Sebagian remaja lain, lebih parah lagi. Mereka jadi sapi perahan orang-orang biadab dengan membuat mereka jadi pengemis.

No comments: