MENGUATKAN NIAT QURBAN

Bayu Gawtama dalam eramuslim.com bercerita:

Beberapa hari yang lalu, ada seseorang menelepon ke kantor ACT, “Pak, saya ingin tanya, berapa harga seekor kambing qurban melalui ACT?”

Seorang petugas ACT menjawab bahwa harga seekor kambing qurban Rp 775. 000, - sedangkan sapi atau kerbau Rp 5. 750. 000, -/ekor. Kemudian perempuan yang menelepon itu bertanya kembali, “uang saya hanya Rp 350. 000, - apakah saya bisa ikut berqurban?”

Sejenak terdiam, kemudian petugas ACT itu langsung menjawab lugas, “Bisa bu, tidak perlu khawatir. Dengan uang sebesar itu ibu akan tetap bisa berqurban, ” jelasnya dengan sopan dan meyakinkan.

Memang, jumlah uang yang disebutkan perempuan di seberang telepon itu tidak mencukupi untuk harga seekor kambing, bahkan separuhnya pun tidak. Adalah menjadi tugas ACT untuk menjaga semangat berqurban setiap orang, sebab teramat banyak orang yang berkeinginan bahkan menjadikan qurban sebagai salah satu cita-cita tertingginya. Namun karena alasan keterbatasan ekonomi dan kebutuhan lainnya yang dianggap lebih mendesak, maka kesempatan berqurban pun seringkali menguap begitu saja dengan satu harapan, “Insya Allah tahun depan bisa berqurban”.

Masalahnya kemudian, peristiwa setiap tahun menjelang hari raya qurban selalu berulang. Kejadiannya pun persis sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kesempatan berqurban terkalahkan oleh kebutuhan primer lainnya. Harapan “tahun depan insya Allah bisa berqurban” selalu menjadi harapan yang terus diperbaharui setiap usai hari raya Idul Qurban.

Berqurban adalah hak sekaligus keinginan, mimpi dan cita-cita setiap orang yang beriman. Meski pada akhirnya, berqurban bagi sebagian besar orang tetap sebatas keinginan, masih menjadi mimpi dan sekadar cita-cita yang entah kapan kan terwujud. Namun meski sekadar memiliki keinginan, punya mimpi dan cita-cita berqurban, itu sudah lebih baik daripada tidak ada niat sedikit pun untuk berqurban. Selama keinginan dan mimpi itu terus terpatri dalam jiwa dan tak pernah lekang digerogoti waktu, maka suatu waktu di tahun yang akan datang seseorang sangat mungkin melumuri tangannya dengan darah qurbannya sendiri.
Kewajiban kita bersama adalah untuk sama-sama menjaga agar keinginan, mimpi dan cita-cita berqurban setiap orang tetap bersemayam, hingga akhirnya mimpi itu menjadi kenyataan. Seperti yang dilakukan kepada ibu yang bertanya, apakah ia bisa berqurban hanya dengan jumlah uang yang kurang dari separuh harga qurban. Sungguh, dapat dikatakan bahwa ibu yang memiliki niat dan tekad kuat berqurban dengan uang yang seadanya itu, sesungguhnya sudah mendapatkan nilai berqurban meski hari raya Idul Qurban masih jauh.

Allah dan para Malaikat-Nya senantiasa tersenyum menyaksikan setiap hamba yang secara ikhlas menanamkan sebiji zarah niat kebaikan, sekali lagi, sebiji zarah niat kebaikan. Meski baru sebatas niat dan keinginan kuat untuk melakukan sebuah kebaikan, tentu sangat bernilai di mata Allah.

Kita sadari, tak satu pun di antara kita yang bisa mengklaim bahwa ibadah siapa yang akan diterima Allah. Seperti halnya tak satu pun dari kita yang boleh menyebut diri paling bertaqwa di mata Allah. Belum tentu infak yang kita keluarkan setiap hari lebih bernilai dari infak seseorang yang hanya melakukannya sekali seumur hidupnya. Tidak ada jaminan jumlah sedekah yang banyak lebih membuat Allah tersenyum dibanding uang receh yang disedekahkah seorang kaum dhuafa. Begitu juga dengan ibadah-ibadah lainnya, seperti shalat, puasa, haji, juga qurban.

Hewan qurban siapa yang paling bernilai di mata Allah? Tentu semua kita berharap persembahan qurban kita lah yang lebih bernilai. Namun hak prerogatif penilaian tetap terletak di tangan Allah. Hanya Allah saja yang tahu, dan kita hanya bisa berusaha melakukan yang terbaik, menjaga keikhlasan hati, serta meluruskan niat di setiap aktifitas ibadah kita.
Boleh jadi, meski uangnya tak seharga seekor kambing. Justru ibu itulah yang detik ini sudah menggenggam pahala berqurban dari Allah SWT, meski pun hari raya Idul Adha masih beberapa hari lagi. Wallahu ‘a’lam

HUKUM BERKURBAN
Hukum berkurban adalah sunnah muakkadah dengan dalil hadits dari Ummu Salamah yang menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :
"Jika kalian telah memasuki hari raya, tanggal 10 Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, hendaknya ia tidak memotong rambut dan kukunya." (HR. Muslim)
Ungkapan "ingin berkurban" dalam hadits di atas mununjukkan kebijaksanaan dan pengampunan Allah terhadap orang yang belum mampu menunaikan kurban. Namun, yang menjadi pertanyaan, bagaimana hukumnya jika berkurban tidak diniatkan sebeum datangnya Id atau niat itu baru muncul-sebab Allah baru mendatangkan rezeki-pada hari pertama atau kedua Id? Dalam hal ini Anda tidak ada masalah untuk menunaikan kurban. Artinya, hukum kurban menjadi mustahab (lebih disukai).
Sebagian ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa berkurban hukumnya wajib bagi orang yang memiliki nisab zakat.
Acuan mereka adalah hadits shahih yang berbunyi :
"Barangsiapa berkelebihan (dalam harta) tetapi tidak menyembelih hewan kurban, janganlah dia mendekati masjidku." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Jumhur ulama menilai bahwa hadits tersebut mauquf dan tidak sampai kepada Rasulullah SAW. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa syariat berkurban itu hukumnya sunnah ain untuk setiap individu muslim dan sunnah kifayah untuk setiap keluarga muslim.

No comments: